17
Agustus tahun ini ini jatuh pada Moment Idul Fitri yang jatuh pada hari sabtu
dimana 12 agustus 2 tahun belakangan jatuh di bulan ramadhan
Tiba-tiba
muncul harapan: barangkali di dalam bulan ini dua semangat itu—Idul Fitri dan
kemerdekaan,
akan
menyatu ke dalam merah darah kita untuk
saling memperarat tali persaudaraan dan memerangi korupsi.
Bagi
saya, hasrat pertama nasionalisme di masa sekarang haruslah tentang memberantas
korupsi. Sebabnya sederhana dan lurus-langsung: korupsi mengancam semangat
dasar berbangsa dan bernegara, serta desire d’etre ensemble atau hasrat untuk
bersama.
Korupsi
bukan soal kecil atau besar. Ia juga bukan pencurian biasa, melainkan pencurian
kekayaan bersama yang dikumpulkan dengan susah payah melalui pajak dan
pendapatan dari kekayaan alam kita. Pajak adalah ekspresi dari hasrat
untuk bersama itu, karena ia mewakili solidaritas untuk memberi secara
berbeda-beda, tetapi mengharapkan balasan berupa barang dan pelayanan umum yang
merata.
Korupsi
itu mencuri dari khazanah yang suci – yang merupakan hati dari kehidupan
bersama itu.
Hasrat
kedua terpenting di moment Idul Fitri dan 17 Agustus ini bagi saya adalah: membangun
kota yang baik. Sebab, di kotalah masa depan hasrat kebersamaan kita harus
diwujudkan, kalau tidak negeri akan hancur. Gejala yang tidak akan berbalik
adalah bahwa makin banyak bagian dari bangsa Indonesia akan hidup di dalam kota
yang ada atau di dalam kondisi perkotaan.
Kota
kita kini rusak, dan tidak mungkin baik di masa depan apabila semangat Ramadan
dan 17 Agustus tidak menyatu untuk memberantas korupsi.
Dan,
kota adalah asal usul nasionalisme kita. Kalau tidak tinggal di kota Bandung,
Soekarno mungkin tidak mengembangkan pemikirannya. Begitu juga Cokroaminoto di
kota Surabaya. Kemerdekaan kita juga direbut di kota-kota.
Pemberontakan
pertama pada tahun 1917 terjadi di angkatan laut pemerintah kolonial Belanda,
disulut oleh Indies Social Democratic Party (cikal bakal Partai Komunis
Indonesia). Surabaya juga mengalami episode penting lainnya: peristiwa 10
November 1945. Ini perang bersenjata berskala besar pertama antara Republik
Indonesia dan tentara asing setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Serangan
umum ke Jogjakarta pada 1 Maret 1949 punya makna dalam karena tentara kita
membuktikan mereka mampu menguasai kota, bukan hanya bersembunyi di hutan dan
pedesaan.
Menjelang
17 Agustus: secara sederhana, perang-kota kita di masa depan adalah perang
melawan korupsi, agar dapat membangun kota yang baik untuk memenuhi hasrat
kebersamaan kita. Kota yang dapat mendukung kebersamaan adalah kota yang
memiliki fasilitas umum yang nyaman dan dapat dimanfaatkan semua.
Sebuah
kota yang mendukung kesejahteraan masing-masing, dan meningkatkan interaksi
sosial antara warga.
Hasrat
Ketiga tentu tak kalah hebat nya dengan memberantas korupsi yaitu mempererat
tali persaudaraan yang belakangan mulai ada jarak dan banyak konflik yang
terjadi. Maka dengan moment idul fitri kala baiknya kita mempererat tali
persaudaraan , bukan hanya sesama agama namun semua elemen bangsa harus bersatu
tanpa perbedaan yang berarti.